Mengenal Stunting, Kondisi Tubuh Anak Pendek yang Ternyata Berbahaya
10 September 2019 09:01:07 WITA
Kebanyakan orangtua hanya melihat perkembangan dan pertumbuhan anaknya dari berat badan saja. Jika berat badan cukup atau melihat pipi anaknya sudah sedikit tembam, anak tersebut dianggap sudah sehat. Padahal, tinggi badan adalah salah satu faktor yang menentukan apakah nutrisi anak sudah baik atau belum. Pertumbuhan tinggi badan yang tidak normal dikenal dengan nama stunting. Lantas, apa dampak yang akan terjadi jika pertumbuhan tinggi badan anak tidak sama dengan teman seusianya?
Apa itu stunting?
Mengutip dari Buletin Stunting yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, stunting adalah suatu kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak kurang jika dibandingkan dengan umur. Atau mudahnya, stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya.
Banyak yang tidak tahu kalau anak pendek adalah tanda dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan tubuh si kecil. Terlebih lagi, jika stunting dialami oleh anak yang masih di bawah usia 2 tahun. Hal ini harus segera ditangani dengan segera dan tepat.
Pasalnya, stunting adalah kejadian yang tak bisa dikembalikan seperti semula jika sudah terjadi. Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Penilaian status gizi yang satu ini biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO.
Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal, merupakan akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama. Hal tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat, sehingga mengakibatkan dirinya tergolong stunting.
Jadi singkatnya, anak dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami stunting. Pasalnya, stunting hanya bisa terjadi ketika kurangnya asupan nutrisi harian anak, sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya.
Apa penyebab stunting pada anak?
Stunting adalah hasil dari berbagai faktor yang terjadi di masa lalu. Misalnya asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, serta berat badan lahir rendah (BBLR).
Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi setelah ia lahir saja. Melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam kandungan. WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia, menyatakan bahwa sekitar 20 persen kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan.
Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hami kurang bergizi dan berkualitas, sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran.
Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi akibat kebutuhan gizi anak saat masih di bawah usia 2 tahun tidak tercukupi. Entah itu tidak diberikan ASI eksklusif, ataupun MPASI (makanan pendamping ASI) yang diberikan kurang mengandung zat gizi yang berkualitas.
Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa menjadi salah satu faktor utama penyebab stunting. Khususnya asupan makanan yang mengandung zink, zat besi, serta protein ketika anak masih berusia balita.
Melansir dari buku Gizi Anak dan Remaja, kejadian ini umumnya sudah mulai berkembang saat anak berusia 3 bulan. Proses perkembangan tersebut lambat laun mulai melambat ketika anak berusia 3 tahun.
Setelah itu, grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), terus bergerak mengikuti kurva standar tapi dengan posisi berada di bawah. Ada sedikit perbedaan kondisi stunting yang dialami oleh kelompok usia 2-3 tahun, dan anak dengan usia lebih dari 3 tahun.
Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun, rendahnya pengukuran grafik tinggi badan menurut usia (TB/U) bisa menggambarkan proses stunting yang sedang berlangsung. Sedangkan pada anak yang berusia lebih dari itu, kondisi tersebut menunjukkan kalau kegagalan pertumbuhan anak memang telah terjadi (stunted).
Apa saja gejala stunting?
Gejala stunting yang paling utama adalah anak memiliki tubuh pendek di bawah rata-rata. Tinggi atau pendeknya tubuh anak sebenarnya bisa dengan mudah Anda ketahui, jika Anda memantau tumbuh kembang si kecil sejak ia lahir.
Beberapa gejala dan tanda lain yang terjadi kalau anak mengalami gangguan pertumbuhan:
- Berat badan anak tidak naik, bahkan cenderung menurun.
- Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
- Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Sementara untuk tahu apakah tinggi anak normal atau tidak, Anda harus secara rutin memeriksakannya ke pelayanan kesehatan terdekat. Baik itu membawa si kecil ke dokter, bidan, Posyandu, atau pun Puskesmas terdekat setiap bulan.
Apa dampaknya jika anak stunting sejak kecil?
Stunting adalah gangguan pertumbuhan anak, yang jika tidak ditangani dengan baik tentu akan memengaruhi pertumbuhannya hingga dewasa nanti. Bukan cuma dampak fisik saja yang mungkin timbul dari tubuh pendek pada anak.
Berikut berbagai risiko yang dialami oleh anak pendek atau stunting di kemudian hari.
- Kesulitan belajar.
- Kemampuan kognitifnya lemah.
- Mudah lelah dan tak lincah dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
- Memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang penyakit infeksi di kemudian hari, karena sistem kekebalan tubuhnya yang lemah.
- Memilki risiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai penyakit kronis (diabetes, penyakit jantung, kanker, dan lain-lain) di usia dewasa.
Bahkan, ketika sudah dewasa nanti, anak dengan tubuh pendek akan memiliki tingkat produktivitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia kerja. Bagi anak perempuan yang mengalami stunting, berisiko untuk mengalami masalah kesehatan dan perkembangan pada keturunannya saat sudah dewasa.
Hal tersebut biasanya terjadi pada wanita dewasa dengan tinggi badan kurang dari 145 cm karena mengalami stunting sejak kecil. Pasalnya, ibu hamil yang bertubuh pendek di bawah rata-rata (maternal stunting) akan mengalami perlambatan aliran darah ke janin, serta pertumbuhan rahim dan plasenta.
Bukan tidak mungkin, kondisi tersebut akan berdampak buruk pada kondisi bayi yang dilahirkan. Bayi yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata berisiko mengalami komplikasi medis yang serius, bahkan pertumbuhan yang terhambat.
Perkembangan saraf dan kemampuan intelektual bayi tersebut bisa terhambat, disertai dengan tinggi badan yang rendah. Selayaknya stunting yang berlangsung sejak kecil, bayi dengan kondisi tersebut juga akan terus mengalami hal yang sama sampai ia beranjak dewasa.
Dampak stunting juga bisa memengaruhi proses kelahiran bayi
Stunting juga bisa meningkatkan risiko kematian janin saat melahirkan, karena kesulitan persalinan yang dialami ibu. Pasalnya, ibu dengan tinggi badan di bawah normal cenderung memiliki ukuran panggul yang kecil atau sempit. Hal inilah yang nantinya akan mempersempit jalan lahir bayi, sehingga menyulitkannya untuk keluar dari rahim ibu.
Atau dengan kata lain, ukuran kepala bayi terlalu besar sehingga tidak sepadan dengan ukuran panggul yang dimiliki ibu. Oleh karena proporsi ukuran yang tidak sesuai inilah, ibu dengan tinggi badan pendek biasanya sulit untuk melakukan persalinan normal (melalui vagina).
Sebab jika dipaksakan, kondisi tersebut justru bisa meningkatkan risiko kematian maternal dan masalah kesehatan pada bayi. Entah itu dalam jangka pendek maupun panjang.
Rendahnya tinggi badan ibu yang telah terjadi sejak kecil juga bisa mengakibatkan hal yang sama pada anak-anaknya kelak. Anak yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata berisiko mengalami underweight atau berat badan rendah, serta tinggi badan yang tidak rendah pula.
Itulah mengapa kondisi ini dikatakan sebagai masalah gizi yang dapat berdampak hingga anak berusia lanjut usia, apabila tidak segera ditangani.
Bagaimana cara menangani stunting pada anak?
Melansir dari Buletin Stunting menurut Kementerian Kesehatan RI, stunting dipengaruhi oleh pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, lingkungan, serta ketahanan pangan.
Salah satu cara pertama yang bisa dilakukan untuk anak dengan tinggi badan di bawah normal, yakni dengan memberikannya pola asuh yang tepat. Dalam hal ini meliputi inisiasi menyusui dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan, serta pemberian ASI bersama dengan MP-ASI sampai anak berusia 2 tahun.
WHO dan UNICEF menganjurkan agar bayi usia 6-23 bulan untuk mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang optimal. Ketentuan pemberian makanan tersebut sebaiknya mengandung minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan.
Meliputi serealia/umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan susu, telur atau sumber protein lainnya, sayur dan buah kaya vitamin A atau lainnya. Di sisi lain, perhatikan juga batas ketentuan minimum meal frequency (MMF), untuk bayi usia 6-23 bulan yang diberi dan tidak diberi ASI, dan sudah mendapat MP-ASI, seperti:
Untuk bayi yang diberi ASI:
- Umur 6-8 bulan: 2 kali per hari atau Bible
- Umur 9-23 bulan: 3 kali per hari atau lebih
Untuk bayi yang tidak diberi ASI:
- 6-23 bulan: 4 kali per hari atau lebih
Bukan hanya itu saja. Ketersediaan pangan di masing-masing keluarga turut berperan dalam mengatasi stunting. Misalnya dengan meningkatkan kualitas makanan harian yang dikonsumsi.
Apakah stunting bisa dicegah?
Kejadian stunting bukanlah masalah baru di dunia kesehatan. Di Indonesia sendiri, stunting adalah masalah gizi pada anak yang masih menjadi pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan dengan baik. Terbukti menurut data Pemantauan Status Gizi (PSG) dari Kementerian Kesehatan RI, selama 3 tahun terakhir ini, jumlah anak pendek terbilang cukup tinggi.
Kasus anak stunting memiliki jumlah tertinggi jika dibandingkan dengan permasalahan gizi lainnya, seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Pertanyaan selanjutnya adalah, bisakah stunting pada anak dicegah sejak dini?
Jawabannya sebenarnya bisa. Stunting pada anak merupakan satu dari beberapa program prioritas yang dicanangkan oleh pemerintah agar angka kasusnya diturunkan.
Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016. Cara mencegah stunting menurut Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, yakni:
Untuk ibu hamil dan bersalin:
- Pemantauan kesehatan secara optimal beserta penanganannya, pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi.
- Pemeriksaan kehamilan atau ante natal care (ANC) secara rutin dan berkala.
- Melakukan proses persalinan di fasilitas kesehatan terdekat, seperti dokter, bidan, maupun puskesmas.
- Memberikan makanan tinggi kalori, protein, serta mikronutrien untuk bayi (TKPM).
- Melakukan deteksi penyakit menular dan tidak menular sejak dini.
- Memberantas kemungkinan anak terserang cacingan.
- Melakukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan penuh.
Untuk balita:
- Rutin memantau pertumbuhan balita.
- Memberikan makanan tambahan (PMT) untuk balita.
- Melakukan stimulasi dini perkembangan anak.
- Memberikan pelayanan dan perawatan kesehatan yang optimal untuk anak.
Untuk anak usia sekolah:
- Memberikan asupan gizi yang cukup sesuai kebutuhan harian anak.
- Mengajarkan anak pengetahuan terkait gizi dan kesehatan.
Untuk remaja:
- Membiasakan anak untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan tidak memakai narkoba.
- Mengajarkan anak mengenai kesehatan reproduksi.
Untuk dewasa muda:
- Memahami seputar keluarga berencana (KB).
- Melakukan deteksi dini terkait penyakit menular dan tidak menular.
- Senantiasa menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan tidak memakai narkoba.
Intinya, jika ingin mencegah stunting maka asupan serta status gizi seorang calon ibu harus baik. Hal ini kemudian diiringi dengan memberikan asupan makanan yang berkualitas ketik anak telah lahir.
Apakah stunting masih mungkin diperbaiki?
Sayangnya, stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan yang tidak bisa dikembalikan seperti semula. Maksudnya, ketika seorang anak sudah stunting sejak masih balita, maka pertumbuhannya akan terus lambat hingga ia dewasa.
Saat puber, ia tidak dapat mencapai pertumbuhan maksimal akibat sudah terkena stunting di waktu kecil. Meskipun, Anda telah memberikannya makanan yang kaya akan gizi, tapi tetap saja pertumbuhannya tidak dapat maksimal seperti anak normal lainnya.
Namun, tetap penting bagi Anda memberikan berbagai makanan yang bergizi tinggi agar mencegah kondisi si kecil semakin buruk dan gangguan pertumbuhan yang ia alami semakin parah.
Oleh karena itu, sebenarnya hal ini dapat dicegah dengan cara memberikan nutrisi yang maksimal saat awal-awal kehidupannya. Tepatnya selama 1.000 hari pertama kehidupan anak.
Jika Anda mengetahui bahwa si kecil mengalami kondisi ini, sebaiknya segera konsultasikan pada dokter anak Anda agar cepat teratasi.
Sumber: www.hellosehat.com
Komentar atas Mengenal Stunting, Kondisi Tubuh Anak Pendek yang Ternyata Berbahaya
Formulir Penulisan Komentar
Layanan Mandiri
Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.
Masukkan NIK dan PIN!
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Jumlah Pengunjung |
- Pemasangan Baliho Perubahan APBDesa Tahun Anggaran 2024
- Penyaluran BLT Dana Desa Di Bulan November Tahun 2024
- Grafik Perubahan APBDesa Tahun Anggaran 2024
- Rapat Pembahasan Perubahan APBDes Tahun 2024
- Diskusi Kampung Dari Serikat Pekka Kabupaten Buleleng Tahun 2024
- Kegiatan Penyaluran BLT Dana Desa Bulan Oktober Tahun 2024
- Kegiatan Expose Inspektorat Kabupaten Buleleng